Koran Legendaris Koleksi Denny JA

De Sumatra Post - Medan

Oleh JJ Rizal

Surat kabar ini diterbitkan pada 1899 oleh J. Hallerman ini terbit dua kali seminggu. J. Hallerman adalah seorang pengusaha percetakan keturunan Jerman yang ingin mencoba peruntungan di Deli, Sumatera Utara. Surat kabar ini pada mulanya dipimpin oleh sarjana hukum J. van den Brand yang kemudian digantikan oleh Karel Wijnbrandt. Pada 1903, tercantum juga nama AJCM Tervooren. Surat kabar ini dipimpin oleh AJ Livegoed dan JH Ruphan menjadi redakturnya. Pemimpin redaksi surat kabar ini yang paling lama menjabat adalah Vierhout.


Walaupun De Sumatra Post terbit sebagai harian dengan 1½ lembar, tetapi surat kabar ini tidak banyak memuat berita-berita lokal. Hampir seluruh halamannya untuk berita-berita dan perkembangan di Eropa, seperti perkara Dreyfus. De Sumatra Post sering disebut sebagai “Eropah Post” yang dicetak di Sumatera. Di sana, kadang muncul juga berita tentang Amerika. Pendek kata, surat kabar ini merupakan surat kabar kulit putih. Kalaupun ada berita lokal terbit di situ, maka akan terbatas berita mengenai residen Belanda saja. Surat kabar “kulit putih” ini banyak menangguk iklan, hampir setara dengan Deli Courant yang lebih tua. Boleh dikatakan 60-70% ongkos penerbitan De Sumatra Post diselamatlan oleh iklan.


Sebagai surat kabar “kulit putih” pengusaha perkebunan, tak ayal haluan redaksinyapun menguatirkan perkembangan gerakan kaum pribumi, terutama Sarikat Islam yang mulai masuk Deli pada 1913. Sampai di sini, Sarikat Islam menjadi kambing hitam terkait dengan kuli-kuli perkebunan yang suka melawan dan menggelorakan kesetiakawanan antar kuli, seperti tercermin dalam berita mereka: “De Aanslagen op Assistenten. De Sjarikat Islam”. Namun demikian, terdapat juga berita di De Sumatra Post tentang seorang supir yang menabrak seorang notaris belanda hingga tewas, tetapi dibebaskan karena Raad van Justitie menilainya tidak bersalah. Suatu gambaran hukum di atas kekuasaan dan kelas sosial. Sayang hanya sebatas itu, sedang nasib kuli-kuli kontrak yang merana luar biasa tidak mendapat pemberitaan.


De Sumatra Post berhenti terbit pada tahun 1950 seperti koran berbahasa Belanda tua lainnya, akibat kebijakan nasionalisasi perusahaan asing.