Koran Legendaris Koleksi Denny JA

De Preanger-Bode - Bandung

Oleh JJ Rizal

Nama lengkap surat kabar ini adalah Algemeen Indische Dagblad de Preangerbode dan dengan nama inilah dia tersohor. Sekalipun demikian, pada edisi pertamanya surat kabar ini memakai nama De Preangerbode: Nieuws- en Advertentieblad voor de Preanger-Regentschappen, alias De Preangerbode: surat kabar berita dan iklan untuk orang Priangan.


Pengumuman bakal terbitnya koran ini muncul di surat kabar Java-Bode 23 Juni 1896 dan De Locomotief 26 Juni 1896. Pada 6 Juli 1896. Preangerbode edisi perdanapun terbit. Surat kabar lokal Bandung yang diterbitkan oleh JR de Vries & Co di Bandung dan dicetak oleh HM van Dorp & Co di Batavia ini, ternyata beredar di seantero Hindia Belanda.


Preangerbode berisi empat halaman dan terbit setiap hari Senin. Harga langganannya 2,50 gulden setengah tahun untuk kawasan Hindia Belanda dan 3 gulden untuk Belanda. JHLE van Meeverden menjadi pemimpin redaksi pertama surat kabar ini. Meeverden hanya sebentar memimpin koran ini. Selanjutnya antara 1896 sampai 1902 yang memimpin adalah Jan Fabricius, seorang sastrawan, jurnalis, sekaligus aktor sohor. Ketika Fabricius harus kembali ke Haarlem, Belanda, pada 1902, Preangerbode dijual kepada Kolff & Co. Sejak itu, kepemimpinan redaksinya dipegang oleh GL La Bastide sampai 1906 dan digantikan Th E Stufkens sampai 1921.


Pada masa Stufkens inilah sikap redaksi Preangerbode semakin jelas, yakni sebagai corong pemerintah kolonial. Preangerbode tidak hanya rutin menurunkan berita sukses pemerintah Hindia Belanda melainkan dengan reaktif menyerang mereka yang dianggap membahayakan pemerintah. Kasus Abdul Muis adalah contohnya yang paling kentara. Abdul Muis dianggap berbahaya karena tercatat sebagai anggota Indische Partij yang dilarang gubernemen pada 1912. Ia pun bersama anggota Indische Partij lainnya, Suwardi Suryaningrat dan Tjipto Mangunkusumo, mendirikan Komite Bumiputra. Komite Bumiputera dianggap bertujuan hendak ikut “merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda”, pada 27 November sampai 1 Desember 1913. Namun, ternyata bertujuan sebaliknya dan justru menggugat pemerintah Hindia Belanda dengan tulisannya yang terkenal “als ik een Nederlander was” (Andai Saya Seorang Belanda).[1] Inilah yang kemudian membuat Muis sebagai pembaca siap cetak di Preangerbode harus dikeluarkan dengan segala cara. Alasanpun ditemukan, yaitu dengan melarang Muis ke Jakarta mengantarkan istrinya yang hendak naik haji. Bahkan, Muis akhirnya ditahan polisi bersama Wignjadisastra—editor surat kabar Kaoem Moeda—karena terlibat mencetak dan menyebarkan pamflet “als ik een Nederlander was” tersebut.[2]


Preangerbode sebagai surat kabar plat merah (antek pemerintah) berumur panjang dan sukses menjadi surat kabar lokal nasional yang mapan secara bisnis, apalagi setelah dipegang CW Wormser. Orang kuat di dunia jurnalistik ini, selain menguasai De Locomotief, juga menguasai Het Algemeen Handelsblad voor Nederlands Indie dan Het Nieuws van den Dag. Di bawah Wormserlah Preangerbode berubah dari koran lokal menjadi koran nasional dengan berita berwawasan internasional. Peredaran Preangerbode-pun makin luas hingga tercatat sebagai koran keempat terbesar di Hindia Belanda. Preangerbode juga tercatat sebagai satu-satunya koran besar yang terbit dalam dua edisi: edisi pagi dan edisi malam.


Meskipun akhirnya berhenti terbit pada 1957, Preangerbode tetap menjadi salah satu surat kabar yang umurnya lebih dari setengah abad. Koran ini memang sempat berhenti saat Hindia Belanda di bawah kekuasaan militeristik Jepang antara 1942 sampai 1945, namun pada tahun 1946 kembali terbit dengan nama Algemeen Bandoengsch Dagblad de Courant. JP Verhoek memimpin Preangerbode  sampai koran ini tak diperkenankan terbit saat berlaku kebijakan nasionalisasi perusahaan asing. Nasib yang menimpa Preangerbode juga menimpa koran Belanda di kota lainnya, seperti De Java-Bode, Het Nieuws van den Dag, De Nieuwsgier (Jakarta); De Locomotief (Semarang), De Vrije Pers  serta Nieuw Soerabaiasch Handelsblad (Surabaya).

 

[1] Ahmad Adam dalam The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesia (1995, hlm. 280).

[2] Ada juga yang mengatakan bahwa Abdul Muis diperlakukan demikian karena kerap menulis artikel kritis di Preangerbode yang jika tidak tidak diloloskan di Preangerbode, artikel itu ia kirimkan ke surat kabar De Expres yang terkenal kritis.