Koran Legendaris Koleksi Denny JA

Pembrita Betawi - Batavia (Jakarta)

Oleh JJ Rizal

Surat kabar Pembrita Betawi menyimpan banyak kisah unik di dalamnya. Surat kabar ini berada tepat di pintu gerbang zaman baru jurnalistik saat itu dan boleh dibilang berjasa besar mengantar salah satu tokoh utama “Inlandsche Journalisten” terkemuka zaman itu, yaitu R.M. Tirto Adhi Soerjo.


R.M. Tirto Adhi Soerjo yang termasyur sebagai “Bapak Pers Nasional” dan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional itu, menjadi pemimpin redaksi surat kabar Pembrita Betawi sejak 1 April 1902.[1] Di Pembrita Betawi inilah kecakapan Tirto sebagai jurnalis pribumi mulai mapan, dalam bahasa Pramoedya, “Bagai kupu-kupu keluar dari kepompongnya”. Gagasan Tirto untuk mendirikan surat kabar perempuan pertama Poetri Hindia pada 1908, juga muncul saat Tirto memimpin Pembrita Betawi. Gagasan itu ditulisnya sejak menjabat editor, yakni pada edisi Pembrita Betawi No. 10, 14 Januari 1903 dengan titel “Kemadjoean Perempuan Boemipoetra”.


Pembrita Betawi jugalah yang sebelumnya melahirkan Ferdinand Wiggers[2]. Awalnya Wiggers adalah pejabat kontrolir, kemudian sukses menjadi jurnalis dan editor di beberapa surat kabar, selain penulis sastra terkenal dalam bahasa Melayu rendah. Ternyata, semua kesuksesan Wiggers tersebut dimulai saat berkaier sebagai editor di Pembrita Betawi pada 31 Oktober 1898. Di Pembrita Betawi ini pula Lie Kim Hok, penulis kesusastraan Melayu Tionghoa terkemuka sempat ikut memainkan peran dalam percetakannya.


Surat kabar ini terbit secara teratur sejak 24 Desember 1884 di Batavia. Editor awalnya adalah J. Kieffer, yang bersama W. Muelenhoff sekaligus menjadi manajer bersama. Pembrita Betawi semula diterbitkan oleh W. Bruining & Co, lantas setahun berikutnya (1885) diambil alih oleh Muelenhoff. Namun, surat kabar ini berkali-kali berpindah tangan, antara lain ke tangan Karscboom & Co.; jatuh ke tangan Albrecht & Co (1888), untuk kemudian diambil alih Albrecht & Rusche sampai akhir hayatnya pada 30 Desember 1916. Surat kabar ini, awalnya ditulis dengan nama Pembrita Betawi, kemudian pada 1907 diubah menjadi Pemberita Betawi. Harga langganannya 2 gulden sebulan.


Menjelang akhir 1913, tumbuh kesadaran politik baru di kalangan kaum pribumi di Jawa. Situasi ini menebarkan kebingungan di kalangan surat kabar non pribumi. Meskipun Pemberita Betawi populer dan agak pro gerakan kebangsaan, tak urung ia merasakan pula kebingungan dan sulitnya bersaing dengan surat kabar yang dikelola oleh kaum pribumi yang menjamur pada 1912 dan 1913. Bagaimanapun, menjelang 1913 itu, pers di Hindia Belanda bukan lagi merupakan industri monopolistik. Kelahiran kesadaran nasional Indonesia hampir secara simultan membuahkan pers pribumi yang otentik sebagai juru bicara kaum nasionalis. Pemberita Betawi berada di pintu gerbang ambang batas zaman baru jurnalistik, lengkap dengan segala kebingungan yang ditimbulkannya, tapi toh bagaimanapun telah berjasa besar mengantar lahirnya Tirto Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional.


Di masa itu, pers Tionghoa masih tergantung pada pembaca Tionghoa peranakan. Hal ini berbeda dengan surat kabar berbahasa Melayu yang dipimpin oleh orang Indo maupun surat kabar milik Belanda yang berbahasa Belanda. Pers yang ingin mempertahankan bisnisnya, mau tidak mau harus mengubah peliputan berita mereka. Hal ini berarti, diperlukan gaya liputan yang lebih objektif, sekalipun tidak harus terang-terangan bersimpati terhadap gerakan politik pribumi. Di era itulah Pemberita Betawi mulai memasukan berita-berita tentang Tionghoa serta membuka diri menerima tulisan yang menyangkut kaum Pribumi. Bahkan, pada 1906, Pembrita Betawi memuat berita penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Jepang dan Tionghoa sebagai syiar Islam.


[1] Pramoedya Ananta Toer dalam Sang Pemula (1985: 11) menyebutkab bahwa setelah meninggalkan STOVIA Tirto langsung memulai karirnya di Pembrita Betawi mulai dari redaktur, kemudian redaktur kepala menggantikan F. Wiggers, dan akhirnya menjadi penanggungjawab pada 1902.

[2] Wigers berperan penting dalam dunia pers dan sastra di Hindia Belanda. Pentingnya peran Wigers terlihat pengkuan akan besarnya peran dan kontribusinya dalam memberi warna Hindia pada bahasa Melayu yang tak lama kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia modern.